Banyuanyar dulu dan sekarang

Sudah ada banyak perbedaan Pondok Pesantren Banyuanyar : pembangunan mulai banyak, Masjid sudah lebih besar, sekolah lebih besar dan lebih banyak, asrama sudah pakai gedung, dan tempat jualan sudah rapi.

Begitulah kira-kira yang bisa saya lihat di pondok yang saat ini santrinya kurang lebih mencapai 10 ribu, yang lokasi ada di Desa Poto’an Daya, Pamekasan itu. Ketika Melihat gedung asrama yang sudah rata rata 3 lantai, Saya merasa bangga dan senang karena sudah moderen dan semakin berkembang.

Beda dengan masa tahun 2000-an yang masih menggunakan kayu, bambu dan pohon pinang. Yang ketika masak nasi harus antre agar dapat air, yang biasa minum airnya berwarna kuning di selatan masjid, yang kalau mandi sering di “DAM”-an yang sempat viral karena ada Lafadz Allah itu.

Dulu, pada zaman murid Madrasah Diniyah masih pakai sarung, Asrama yang pakai gedung hanya Blok L dan Blok K ditambah dijadikan tempat markas Bahasa Arab di atasnya. Itu gedung paling keren dan paling tinggi. Dan saya ada di Blok L tepatnya L/10.

Pada era-nya “SUTER”, masjid masih belum cukup ditempati semua santri untuk mengaji dan salat berjamaah. Santri masih salat di halaman masjid dengan beralaskan sajadah. Salat berjamah belum diwajibkan pada waktu itu. Masih banyak santri yang berjamaah di replika burung garuda sebelah timur pondok.

Yang tetap “bertahan” dengan gempuran masa dan zaman, sejak zama milinium hingga milinial hanya : congkop, kamar mandi pengurus/ustad dan kediaman pengasuh yang di tempati K.H. Mohammad Syamsul Arifin. Selain itu sudah kena rehap alias dibangun.

Sekarang, santri sudah tidak usah mandi ke sungai, ke Laccaran, dan Lor Telor. Setiap gedung asrama sudah disiapkan kamar mandi. Santri tak usah lagi antre buat menanak nasi untuk ngambil air di masjid, santri tak ada yang mInum air kuning. Tak ada lagi santri yang ngirim surat ke pondok putri melalui Suter.

Semua sudah lengkap, semua sudah disiapkan dengan sanksinya jika ada santri yang melanggar aturan pondok. Bahkan, bagi santri yang tidak berjamaah juga sudah ada sanksinya, untung saya tidak sekarang ke pondok.

Mungkin jika mondok sekarang saya akan sering di sangsi karena sering salat maghrib berjamaah di replika burung garuda yang berada di timur pondok yang jauhnya 500 meter.

Pondok Pesantren Banyuanyar sudah mulai berkembang, bahkan sudah moderen. Tapi, tetap budaya santri tiidak dihilangkan, bahkan Tradisi lomba pidato, salawat, dan hafalan kitab Al-Fiya serta hafalan Al-Quran menjadi kebiasaannya.

Pondok Pesantren selalu menjadi ujung tombak bagi generasi Bangsa ini, dari dulu, kini hingga masa depan. Semoga Pengasuh Pondok pesantren Banyuanyar diberi kesehatan dan Banyuanyar semakin maju. (Sairil Munir)

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑