Yasinan Itu Tempat Silaturahmi

14 tahun silam, tepatnya 2007. saya baru mendengar kata yasinan. Kalau kaya Yasin, sudah tau sejak masih umur 7 tahun lalu. Karena biasa menghafalkan surat Yasin yang ada di Al_Quran itu.

Bagi saya, Kata yasinan masih terdengar asing dalam telinga. Karena baru nyampek di Bangkalan dan kemudian masyarakat banyak mengeluarkan kata-kata yasinan itu.

Karena penasaran, kemudian saya tanya, ke beberapa teman, tokoh masyarakat, apa itu yasinan? Kesimpulan saya dari hasil bertanya itu kurang lebihnya begini;

Yasinan itu kumpulan masyarakat yang melaksanakan kegiatan bacaan doa yang di khususkan untuk para leluhur yang sudah meninggal, baca surat yasin, baca syarafal Anam, tahlil, tausiyah dan doa, yang dilaksanakan setiap malam Jumat secara rutin serta dilaksanakan tiap-tiap rumah warga yang ikut tapi secara bergiliran.

Istilah yasinan ini, kalau di Pamekasan dinamakan “koloman malam jumatan” di dalam kegiatan itu isinya juga sama. Cuma beda istilah saja.

Saya ikut yasinan masih baru, baru 3 tahunan ini. Warga yang ikut yasinan lumayan banyak, ada 120 orang. Anggota yasinan yang mendapatkan giliran cukup menyediakan air minum saja.

Tapi kadang ada yang menghidangkan nasi dan jajan. Tapi itu tidak wajib. Karena tidak ingin memberatkan tuan rumah. Apalagi iurannya cuman 10 ribu setiap anggota.

Awalnya, saya tidak banyak kenal dengan warga di sekitar rumah, karena memang baru tinggal di Keleyan. Baru menikah. Dan tinggal di rumah mertua.

Supaya lebih cepat mengenal warga di sekitar rumah, salah satu caranya adalah ikut yasinan itu. Karena sekali bertemu dengan tetangga langsung dengan 120 orang.

Tentu itu cara silaturrahmi dengan warga yang sangat efektif dan efesien. Bagi orang baru seperti saya ini. Kayaknya sulit bagi saya untuk mendatangi rumah warga satu persatu, karena memang tidak kenal.

Selama 3 tahun berjalan ikut yasinan, Alhamdulillah, minimal dari 120 anggota yasinan itu saya sudah hafal dan kenal nama dan wajahnya, bahkan rumah mereka juga sudah tau.

Yasinan selain baca do’a-do’a kalimatullah. Yang penting pula silaturrahmi nya. Kedekatan kepada masyarakat. Bagi orang baru seperti saya ini sudah merasa punya tetangga, punya teman dan merasa punya saudara.

Kalau tidak ada yasinan itu, susah untuk berkumpul dan mengumpulkan orang sebanyak itu. Berkah adanya yasinan itu bisa bersilaturahmi dengan tetangga sekitar.

18 Januari 2021

Sairil Munir






Pilkades Serentak 2021 Perlu Metode Teknis Baru

Di Bangkalan, rencana pada tahun 2021 Ada puluhan desa yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak. Karena berbeda antara Pilkades lima tahun lalu dengan sekarang ini.

Pilkades Lima tahun lalu belum ada virus korona, sementara sekarang ini, peningkatan virus korona semakin masif. Tentu perlu pemikiran yang ektra dalam Pilkades serentak 2021 ini.

Melihat dan mengamati pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember tahun 2020 lalu. Yang menggunakan protokol kesehatan secara ketat.  Yang juga menambah banyaknya tempat pemungutan suara (TPS) agar bisa menjamin keselamatan bagi para pemilih. Dan terbukti KPU berhasil melaksanakannya dengan partisipasi yang cukup tinggi.

Maka, pada Pilkades serentak 2021 ini tentu harus menjadi perhatian khusus. Terutama akses keamanan dari virus korona untuk para pemilih.

Kalau Pilkades sebelum-sebelumnya, pelaksanaan pemilihan dilaksanakan di satu tempat. Sehingga semua penduduk di desa itu berbondong-bondong menyoblos ke  TPS itu.
Para era covid ini, tentu perlu terobosan baru.

Tidak bisa lagi menggunakan satu TPS, karena kalau penduduk di desa tersebut sampai seribu lebih, maka berbahaya untuk para pemilih terjangkit covid dan bisa menjadi klaster baru.

Terobosan dan metode barunya adalah menggunakan TPS di masing-masing dusun. Dengan melihat jumlah pemilihnya. Misalnya : dalam satu dusun itu memiliki 1000 pemilih maka dibagi 2 TPS dengan estimasi 500 pemilih.

Metode itu seperti pelaksanaan pemilu atau pilkada yang diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. itu karena sedang berada dalam kondisi kurang normal. Maka juga harus menggunakan metode atau cara yang tidak biasa pula untuk menghindari penyebaran covid. Untuk menghindari kerumunan orang atau para pemilih yang datang ke TPS.

Jaminan keselamatan bagi para pemilih sangat penting di era covid ini. Menjaga protokol kesehatan sangat penting. Meskipun tentu biaya Pilkades akan lebih benyak dari sebelumnya. Tapi itulah resikonya melaksanakan Pilkades di era covid ini.

Tulisan ini hanya sekedar berbagi pandangan dan  berbagi gagasan, Semoga pilkades serentak 2021 di Bangkalan berjalan lancar, aman dan kondusif.

8 Januari 2021

Sairil Munir

Pilkades Serentak 2021 Perlu Metode Teknis Baru

Di Bangkalan, rencana pada tahun 2021 Ada puluhan desa yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak. Karena berbeda antara Pilkades lima tahun lalu dengan sekarang ini.

Pilkades Lima tahun lalu belum ada virus korona, sementara sekarang ini, peningkatan virus korona semakin masif. Tentu perlu pemikiran yang ektra dalam Pilkades serentak 2021 ini.

Melihat dan mengamati pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember tahun 2020 lalu. Yang menggunakan protokol kesehatan secara ketat.  Yang juga menambah banyaknya tempat pemungutan suara (TPS) agar bisa menjamin keselamatan bagi para pemilih. Dan terbukti KPU berhasil melaksanakannya dengan partisipasi yang cukup tinggi.

Maka, pada Pilkades serentak 2021 ini tentu harus menjadi perhatian khusus. Terutama akses keamanan dari virus korona untuk para pemilih.

Kalau Pilkades sebelum-sebelumnya, pelaksanaan pemilihan dilaksanakan di satu tempat. Sehingga semua penduduk di desa itu berbondong-bondong menyoblos ke  TPS itu.
Para era covid ini, tentu perlu terobosan baru.

Tidak bisa lagi menggunakan satu TPS, karena kalau penduduk di desa tersebut sampai seribu lebih, maka berbahaya untuk para pemilih terjangkit covid dan bisa menjadi klaster baru.

Terobosan dan metode barunya adalah menggunakan TPS di masing-masing dusun. Dengan melihat jumlah pemilihnya. Misalnya : dalam satu dusun itu memiliki 1000 pemilih maka dibagi 2 TPS dengan estimasi 500 pemilih.

Metode itu seperti pelaksanaan pemilu atau pilkada yang diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. itu karena sedang berada dalam kondisi kurang normal. Maka juga harus menggunakan metode atau cara yang tidak biasa pula untuk menghindari penyebaran covid. Untuk menghindari kerumunan orang atau para pemilih yang datang ke TPS.

Jaminan keselamatan bagi para pemilih sangat penting di era covid ini. Menjaga protokol kesehatan sangat penting. Meskipun tentu biaya Pilkades akan lebih benyak dari sebelumnya. Tapi itulah resikonya melaksanakan Pilkades di era covid ini.

Tulisan ini hanya sekedar berbagi pandangan dan  berbagi gagasan, Semoga pilkades serentak 2021 di Bangkalan berjalan lancar, aman dan kondusif.

8 Januari 2021

Sairil Munir

Syaichona Kholil & Pengusulan Jadi Pahlawan Nasional

Patut disyukuri, karena Bangkalan punya tokoh-tokoh pejuang hebat. Bukan hanya untuk Bangkalan tapi untuk Jawa timur bahkan menasional.

Sebut saja, dari tokoh pemerintahan mulai dari Cakraningrat, tokoh perempuan Syarifah Ambami atau yang dikenal dengan sebutan Rato Ebhu kira-kira kalau dibahasa milinialkan “Ibu Ratu”.

Kalau dari kalangan religius para kiyai para ulama’  tentu banyak, tapi yang sangat masyhur atau tokoh yang sangat terkenal yang sampai dijuluki “Syichona” karena kealimannya yakni Syaichona Moh Kholil Bin Abdul Latif.

Yang makamnya selalu banyak dikunjungi para peziarah itu. Yang tiap harinya ribuan peziarah itu. Sampai nama Syaichona Moh Kholil pun oleh masyarakat Bangkalan diabadikan, dijadikan nama jalan di Bangkalan itu.

Syaichona Moh Kholil menjadi guru bagi para ulama’. Bukan hanya di wilayah Madura tapi juga untuk para ulama’ Jawa Timur bahkan bagi para ulama’ Indonesia.

Murid atau santri beliau yang terkenal pula yang sudah lebih dulu diberi gelar Pahlawan Nasional yakni KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah. Tentu santri beliau bukan hanya 2 tokoh nasional itu. Tapi sangat banyak.

Syaichona Kholil terkenal dengan alim ilmu tasawuf dan ilmu kitab Al-Fiyah. Tapi beliau juga alim ilmu Fiqih. Bahkan beliau mengarang sendiri kitab Fiqih. namanya, kitab Al-Matnus Syarif al-Mulaqqab bi Fat-hil Latif ini merupakan kitab matan (inti) yang berbicara mengenai fundamen dasar hukum Islam (ilmu fiqih).

Yang menarik dari kitab setebal 52 halaman ini, adalah bukan hanya karena kemasyhuran penulisnya, melainkan kitab ini telah menampilkan landscape keilmuan yang selama ini terkesan rumit, menjadi demikian lugas dan mudah difahami.

Jika melihat dari karya dan dedikasi beliau terutama untuk perjuangan bagi ummat Islam di Madura tentu Syaichona Moh Kholil sudah banyak memberikan manfaat dan banyak memberi pengaruh. Bukan hanya untuk ulama Madura tapi juga ulama Indonesia.

Beliau juga salah satu pendiri ormas terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama. Kontribusi beliau untuk ummat Islam dan memperjuangkan Tanah Air Indonesia melawan penjajah sangat besar.

Tentu bagi kami, warga Bangkalan. Syaichona Moh Kholil adalah guru, ulama dan kiai. Miskipun saya pribadi tidak pernah berguru langsung dengan beliau tapi guru-guru saya pernah berguru kepada beliau. Guru-guru saya selalu bercerita tentang kehebatan Syaichona Moh Kholil dalam ilmu fiqih dan ilmu nahwu dan syorrofnya.

Walaupun tidak punya gelar pahlawan nasional, tapisejak dulu. bagi masyarakat Madura, Jawa Timur bahkan masyarakat Indonesia beliau tetap pahlawan serta pejuang bagi ummat Islam. Ntah menurut negara. Karena memang banyak syarat dan ketentuan kalau ingin diajukam menjadi pahlawan nasional. Agak rumit dan jlimet.

Tapi, mari berusaha dan berdoa semoga mendapat gelar Pahlawan Nasional, semoga pemerintah menetapkan Syaichona Moh Kholil menjadi pahlawan nasional. Amiin.

12 September 2020

Sairil Munir

COVID-19 dan Budaya Lokal (Madura)

Virus Corona yang melanda dunia, tentu banyak sekali efeknya. Dari segi ekonomi, politik, sosial dan hukum serta interpreneur. Bahkan juga punya efek terhadap budaya.

Bagi masyarakat, virus yang dikenal dengan sebutan COVID-19 itu punya efek terhadap budaya terutama budaya lokal. Tentu juga punya efek bagi generasi millenial.

Virus terdahsyat pada era milenium ini  tentu juga punya efek terhadap masyarakat Madura. Lantas apa saja efek virus ini terhadap budaya lokal Madura ? Bagi millenial dampaknya apa ?

Budaya Lokal Madura yang dikenal dengan erat kekerabatan dan silaturahimnya contoh kecilnya, akan berkurang akibat virus yang hingga saat ini sudah merenggut jutaan nyawa ummat manusia.

Tapi, pada zaman 4G ini. Tentu banyak cara dan solusi untuk menciptakan suasana silaturrahim antar keluarga. Dengan pakai WhatsApp yang diisi group keluarga besar dan pakai video confren.

Namun, Bagi masyarakat Madura, tekhnologi seperti itu masih belum mampu menggantikan tradisi silaturrahim. Karena tradisi masyarakat Madura adalah silaturrahim secara tatap muka.

Bagi kalian era millenial apakah ada efeknya ? atau bahkan anda belum tau kalau saat ini ada virus ?

Pemilu Membawa Pilu

Pemilu harusnya menjadi pesta demokrasi, bukan menjadi petaka demokrasi. Penyelenggara pemilu tidak bisa bahagi karena ribet bin ruwet.

Sejak diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, bahwa pemilihan umum dilakukan secara serentak pada tahun 2019 ini. Yang sudah dilewati “nyoblosnya” 17 April lalu tingkat TPS. Yang sudah dan ada yang sedang berlangsung penghituanganya di tingkat Kecamatan.

Dengan 5 pemilihan sekaligus yakni, Pemilihan Presiden dan wakilnya, pemilihan anggota DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau kota se Indonesia.

Dengan kerumitan yang luar biasa, dengan waktu yang singkat, dengan honor yang kecil. Dengan keruwetan yang seruwet ruwetnya dan resiko yang tinggi.

Bayangkan saja, pada waktu pilkada serentak tahun 2018 lalu. Prosesnya sudah ruwet, dengan hanya 2 surat suara. Apalagi pemilu sekarang ini dengan 5 surat suara dengan administrasi yang ruwet pula.

Limit waktu pencoblosanya pun sama antara coblosan 5 surat suara dengan 2 surat suara. Honor kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang menjaga TPS itu juga sama dengan pilkada. Padahal pekerjaannya dua kali lipat lebih ruwet.

Pencoblosan yang dimulai 17 April hingga menyelesaikan administrasi di tingkat PPS sampai tanggal 18 April. Dengan tenaga 7 orang. Dengan daftar pemilih tetap 200 orang setiap TPS. Dengan rata-rata setiap pemilih 3 menit.

Memang wajar kalau anggota KPPS banyak yang kelelahan, karena limit waktu yang pendek, tekanan penyelesaian penghitungan dan penyelesaian administrasi di TPS harus cepat. Sementara tidak semua kualitas SDM juga sama.

Sudah ada 144 anggota KPPS se Indonesia yang meninggal akibat kelelahan pemilu ini. Mereka bukan hanya sekedar ingin menjadi pahlawan demokrasi, tapi mereka yang gugur itu sebenarnya tidak ingin seperti itu.

Pemilu kali ini memang sangat menyiksa para penyelenggara pemilu. Terutama bagi KPPS yang bekerja di TPS itu, yang lembur dua hari dua malam itu, Dengan administrasi yang bejibun, dengan resiko yang besar.

Banyak yang menyesal menjadi anggota KPPS, yang dikira sama seperti pemilu tahun sebelumnya. Yang tidak begitu ruwet. Tidak seperti yang sekarang ini. Kurang simpel.

Penulis : Sairil Munir

Pohon Asam yang Melegenda

Membuat nama daerah atau desa tentu tidak mudah, harus punya nilai sejarahnya. Misal, Dempo Abang yang pernah berperang dengan Jokotole Sumenep (cerita rakyat) yang diabadika menjadi nama desa. yakni Desa Dempo Timur dan Dempo Barat yang berada di Kecamatan Pasean, Kabupaten Pamekasan, Madura.

Sebenarnya bukan hanya nama Desa yang diberi nama sesuai dengan sejarah masa lalunya.

Sampai nama dusun, bahkan hingga ke nama perkampungan pun juga diberi nama yang punya makna sejarah di masa lalunya.

Di Kampung saya ini, ada pohon asam yang melegenda. Kenapa dibilang melegenda ? Karena sudah puluhan tahun, pohon asam yang berada di tengah ladang atau di tengah tegal ini tidak tumbuh besar dan tinggi. Cuma tingginya 4 meter.

Padahal menurut cerita orang di kampung saya : yang sudah berumur 60 tahun bahwa pohon asam itu sejak dia lahir sudah ada. Bahkan kondisinya sama tidak meninggi tetap hanya 4 meteran saja.

Padahal di sebelah pohon asam itu ada pohon kelapa yang sudah tinggi 8 meter. Padal pohon kelapa itu hanya berusia 15 tahunan.

Pohon asam yang berada di tanah subur ini tentu menjadi keunikan sendiri. Karena tidak tinggi dan besar. Tapi sayang, pohon asam ini Belum ada yang meneliti.

Saya juga masih penasaran, mungkin perlu disampaikan ke para dosen Pertanian Universitas Trunojoyo Madura sehingga bisa diteliti.

Karena pohon asam yang saya ceritakan ini masih kokoh berdiri hingga sekarang.

Dengan keunikan itulah, masyarakat sepakat bahwa pohon asam itu dijadikan nama kampung.

Maka diberi nama TEGALASEM.

Terbentuknya nama kampung yang berada di Dusun Duko itu tidak ada yang membuat arsip.

Pohon asam yang berada di belakang rumah mbak saya ini buahnya sangat manis. Tapi buahnya cuma sedikit.

Dulu waktu saya masih kecil, saya Sering rebutan dengan temen-temen dan saudara untuk mengambil buah pohon asam itu. Karena memang buahnya tidak seperti pohon asam biasa. Intinya unik.

#Selamat Hari Senin, 26 November 2018

Jangan lupa baca Basmalah

(Sairil Munir)

Di Bangkalan, Air Seharga Emas

Di musim kemarau yang cukup panjang tahun ini, sejumlah kecamatan di Kabupaten Bangkalan mengalami kekeringan, seperti Kecamatan Konang, Kecamatan Kokop, Kecamatan Blega, Kecamatan Sepulu, Kecamatan Modung, dan masih banyak kecamatan lainnya yang juga sama-sama kekurangan air.

Bagi sebagian orang, air hanya sebatas kebutuhan biasa yang tak usah dipermasalahkan. Namun, bagi warga kecamatan yang telah saya sebutkan itu. Air menjadi yang sangat penting dalam kebutuhan sehari-hari.

Bahkan untuk bisa mendapatkan air, mereka harus mengantri berjam-jam pada malam hari di sumur yang airnya keluar sedikit dan lambat.

Itupun setiap warga dibatasi untuk membawa air. Hanya bisa membawa pulang satu jeregan berukuran 5 sampai 10 kilo saja.

Air sedikit itu hanya untuk dibuat wudhu’ dan membersihkan muka saja. Selebihnya disimpan untuk ke esokan harinya. Saya masih termasuk orang yang beruntung, air di rumah saya masih lebih dari cukup, kapan pun masih bisa mandi. Saya patut bersyukur.

Miskipun ada bantuan air dari pemerintah daerah, tapi sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. Bantuan itu lagi-lagi hanya untuk kebutuhan membersihkan muka saja. Tidak cukup untuk dibuat mandi. Ntah lah, berapa kali mereka mandi dalam seminggu.

Kesulitan air sudah parah, bagi mereka air sudah seperti emas, bagaimana tidak?, masyararakat menjual emas-emasnya untuk membeli air. Satu tangki air seharga Rp 450 ribu, begitu mahalnya air itu. Beli air satu tangki hampir seperti beli emas satu gram yang harganya Rp 550 ribu

Kekeringan ini sudah seperti kerapan sapi yang digelar tingkat keresidenan, yang muncul setiap tahun secara rutin. Hingga saat ini, solusi itu belum juga muncul.

Masalah kekeringan belum juga bisa teratasi, tentu perlu terobosan “gila” dari orang-orang yang punya kepedulian, terutama dari pihak Pemkab Bangkalan. (Sairil Munir)

Banyuanyar Dulu dan Sekarang

Sudah ada banyak perbedaan Pondok Pesantren Banyuanyar : pembangunan mulai banyak, Masjid sudah lebih besar, sekolah lebih besar dan lebih banyak, asrama sudah pakai gedung, dan tempat jualan sudah rapi.

Begitulah kira-kira yang bisa saya lihat di pondok yang saat ini santrinya kurang lebih mencapai 10 ribu, yang lokasi ada di Desa Poto’an Daya, Pamekasan itu.

Ketika Melihat gedung asrama yang sudah rata rata 3 lantai, Saya merasa bangga dan senang karena sudah moderen dan semakin berkembang.

Beda dengan masa tahun 2000-an yang masih menggunakan kayu, bambu dan pohon pinang. Yang ketika masak nasi harus antre agar dapat air, yang biasa minum airnya berwarna kuning di selatan masjid, yang kalau mandi sering di “DAM”-an yang sempat viral karena ada Lafadz Allah itu.

Dulu, pada zaman murid Madrasah Diniyah masih pakai sarung, Asrama yang pakai gedung hanya Blok L dan Blok K ditambah dijadikan tempat markas Bahasa Arab di atasnya. Itu gedung paling keren dan paling tinggi. Dan saya ada di Blok L tepatnya L/10.

Pada era-nya “SUTER”, masjid masih belum cukup ditempati semua santri untuk mengaji dan salat berjamaah. Santri masih salat di halaman masjid dengan beralaskan sajadah. Salat berjamah belum diwajibkan pada waktu itu. Masih banyak santri yang berjamaah di replika burung garuda sebelah timur pondok.

Yang tetap “bertahan” dengan gempuran masa dan zaman, sejak zama milinium hingga milinial hanya : congkop, kamar mandi pengurus/ustad dan kediaman pengasuh yang di tempati K.H. Mohammad Syamsul Arifin. Selain itu sudah kena rehap alias dibangun.

Sekarang, santri sudah tidak usah mandi ke sungai, ke Laccaran, dan Lor Telor. Setiap gedung asrama sudah disiapkan kamar mandi. Santri tak usah lagi antre buat menanak nasi untuk ngambil air di masjid, santri tak ada yang mInum air kuning. Tak ada lagi santri yang ngirim surat ke pondok putri melalui Suter.

Semua sudah lengkap, semua sudah disiapkan dengan sanksinya jika ada santri yang melanggar aturan pondok. Bahkan, bagi santri yang tidak berjamaah juga sudah ada sanksinya, untung saya tidak sekarang ke pondok. Mungkin akan sering di sangsi karenn sering salat berjamaah magrib di replka burung garuda yang berada di timur pondok yang jauhnya 500 meter.

Pondok Pesantren Banyuanyar sudah mulai berkembang, bahkan sudah moderen. Tapi tetap budaya santri tiidak dihilangkan, bahkan Tradisi lomba pidato, salawat, dan hafalan kitab Al-Fiya serta hafalan Al-Quran menjadi kebiasaannya.

Pondok Pesantren selalu menjadi ujung tombak bagi generasi Bangsa ini, dari dulu, kini hingga masa depan. Semoga Pengasuh Pondok pesantren Banyuanyar diberi kesehatan dan Banyuanyar semakin maju. (Sairil Munir)

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑